.post-body img { width: 30px!important; height: 15!important; }

Minggu, 25 Januari 2015

Patogenisitas Jamur Metahrizium Anisopliae Terhadap Larva Oryctes Rhinoceros





Laporan Praktikum
Mata Kuliah
PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN
                                                                   Acara VI      
“PATOGENISITAS JAMUR METAHRIZIUM ANISOPLIAE
TERHADAP LARVA ORYCTES RHINOCEROS”

Disusun oleh :
ARIFSON YONDANG
Nirem:05.1.4.12.0370

KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM  PERTANIAN
SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN (STPP) MAGELANG
JURUSAN PENYULUHAN PERTANIAN DI YOGYAKARTA
TAHUN 2015


I.            Identitas
No
Identitas

Kegiatan
1
Matakuliah
:
Pengendalian Organisme Penganggu Tumbuhan
2
Acara praktikum
:
Patogenisitas jamur metarhizium Anisoploae terhadap orytes rhinoceros
3
Tujuan
:
Mahasiswa dapat mengetahui jamur yang dapat mematikan serangga yang menyerang kelapa.
4
Tempat
:
Laboratorium Perlindungan Tanaman Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian
5
Hari/tanggal
:
Kamis,  2014
6
Nama mahasiswa
:
Arifson Yondang
7
No absen/smtr
:
02/VB
8
Dosen/TPA
:
Ir. Heryanto. Ms/ Sari Megawati

II.         DASAR TEORI
Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Kelapa sawit adalah tanaman perkebuan yang sangat penting  karena  merupakan  salah  satu tanaman penghasil minyak nabati.
Oryctes  rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae) merupakan hama utama yang menyerang  kelapa  sawit  yaitu  dengan menggerek pucuk   dan sangat merugikan khususnya di areal peremajaan yang saat ini sedang  dilakukan  secara  besar-besaran  di Indonesia (Tim Penulis PS, 1997).
Cordyceps militaris merupakan salah satu agens pengendali hayati yang berpotensi untuk mengendalikan populasi hama. Semua jenis  Cordyceps  adalah  endoparasitoid, terutama  pada  serangga  dan  arthropoda lainnya  sehingga  disebut  sebagai  jamur entomopatogen (Prawirosukarto dkk, 1996).
Jamur  M.  anisopliae  telah  dikenal sebagai patogen pada berbagai jenis serangga hama dan dapat diproduksi secara komersial sebagai bioinsektisida. Walaupun jamur ini dapat menginfeksi begitu banyak serangga, ternyata  intensitas  serangan  terbesar  dan inang yang terbaik untuk berkembang biak adalah larva O. rhinoceros. Semua stadia O. rhinoceros kecuali telur dapat diinfeksi oleh jamur  ini.  Sifat jamur ini yang dapat menginfeksi hampir  semua stadia O. rhinoceros itulah yang menjadi dasar untuk memanfaatkan jamur ini sebagai agens hayati hama  tersebut (Sambiran dan Hosang, 2007).

III.      ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah timbangan analitik, pinset, wadah unit percobaan, sendok, kertas label dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah bahan organik, jamur Metharrizium anasopliae, dan Orychtes rhinoceros.

IV.       CARA KERJA
Adapun cara kerja dari praktikum ini adalah :
1.      Siapkan wadah percobaan sebanyak 12 buah
2.      Timbang bahan organik sebanyak 50 gram dengan menggunakan timbangan analitik.
3.      Masukkan bahan organik yang telah di timbang kedalam 12 wadah percobaan.
4.      Masukkan Orychtes rhinoceros kedalam wadah percobaan, masing-masing wadah berisi 1 ekor Orychtes anasopliae.
5.      Masukkan Metharrizium anasopliae kedalam 6 wadah dan 6 wadah lainnya tanpa Metharrizium anasopliae.
6.      Tutup dengan wadah penutup percobaan.
7.      Beri label sesuai dengan perlakuan dan ulangan.
8.      Amati setiap hari sampai hari ke 21.

V.          HASIL
Hasil praktikum pengamatan patogenisitas jamur Metharrizium anasopliae terhadap larva oryctes rhinoceros dilaboratorium perlindungan tanaman Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang, Jurusan Penyuluhan Penyuluhan Pertanian di Yogyakarta, dapat dilihat seperti tabel dibawah ini:

 

VI.       PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil praktikum di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang, Jurusan Penyuluhan Penyuluhan Pertanian di Yogyakarta, menunjukkan bahwa larva (orychtes rhinoceros) yang disterilkan dan diberi jamur metarrizium anaspliae memiliki ciri-ciri bangkai berwarna coklat.
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian jamur Metharrizium anasopliae lebih cepat menginfeksi serangan orychtes rhinoceros.
Pengamatan yang dilakukan pada hari pertama, terlihat jelas peran jamur Metharrizium anasopliae belum dapat menginfeksi serangga orychtes rhinoceros, hal ini disebabkan karena kinerja jamur ini sangan berbeda dengan pestisida kimia, namun hasil yang didapatkan dari jamur ini (agens hayati) lebih ramah lingkungan dibanding pestisida kimia. Gejala tampak pada hari ke 9, larva orychtes rhinoceros sudah menginfeksi serangga tersebut sehingga mengakibatkan serangga laeva orychtes rhinoceros mulai kritis, pada hari ke 10, larva tersebut sudah mati yang ditandai pada bangkai larva terlihat jamur yang tumbih berwarna hijau. Hali ini berarti jamur Metharrizium anasopliae telah menginfeksi semua kultur jaringan larva orychtes rhinoceros tersebut.

VII.    KESIMPULAN
Jamur Metharrizium anasopliae sangat efektif dalam mengendalikan hama kelapa. Berdasarkan hasil praktikum tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap seangga mempunyai musuh alami, hal itu sudah menjadi kodrat alam.
Jamur Metharrizium anasopliae dalam mengendalikan orychtes rhonoceros merupakan pestisida nabati yang mudah dibuat, asal ada keinginan dari sipembuat.


VIII.                    DAFTAR PUSTAKA
1.      Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian. 2014. Laboratorium Perlindungan  Tanaman. Yogyakarta.
2.      http://ekoteguhwahyudi.blogspot.com/2014/06/laporan-pengendalian-hama-terpadu.html
3.      http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7700/3/09/09E00894.pdf.txt.

Identifikasi Patogen Dan Pembuatan Herium Kering





Laporan Praktikum
Mata Kuliah
PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN
Acara V
“IDENTIFIKASI PATOGEN DAN PEMBUATAN HERIUM KERING”


Disusun oleh :
ARIFSON YONDANG
Nirem:05.1.4.12.0370

KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM  PERTANIAN
SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN (STPP) MAGELANG
JURUSAN PENYULUHAN PERTANIAN DI YOGYAKARTA
TAHUN 2015


I.            Identitas
No
Identitas

Kegiatan
1
Matakuliah
:
Pengendalian Organisme Penganggu Tumbuhan
2
Acara praktikum
:
Identifikasi patogen dan pembuatan hebarium kering
3
Tujuan
:
Mahasiswa dapat mengidentifikasi patogen dan mengetahui cdara pembautan hebarium kering.
4
Tempat
:
Laboratorium Perlindungan Tanaman Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian
5
Hari/tanggal
:
Kamis,  2014
6
Nama mahasiswa
:
Arifson Yondang
7
No absen/smtr
:
02/VB
8
Dosen/TPA
:
Ir. Heryanto. Ms/ Sari Megawati

II.         DASAR TEORI
A.     Identifikasi Patogen
Salah satu tahapan yang penting dalam mendiagnosa gejala serangan penyakit tanaman adalah identifikasi terhadap patogen tanaman. Patogen yang diidentifikasi berasal dari pengambilan sampel tanaman yang terserang penyakit. Sampel tanaman yang terserang penyakit kemudian diisolasi dan ditumbuhkan pada media aseptik buatan. Identifikasi menjadi sangat penting karena pada tahapan tersebut ditekankan beberapa hal pokok seperti untuk pengendalian khususnya untuk uji antagonis ataupun hanya sekedar untuk mengetahui jenis patogen yang menyerang tanaman. Dari hasil identifikasi, dapat diperoleh suatu kesimpulan mengenai jenis patogen yang menyerang tanaman kemudian lebih lanjut upaya tersebut juga dapat diarahkan untuk mempelajari upaya – upaya pengendalian yang tepat untuk mencegah serangan patogen tersebut. Salah satunya melalui uji antagonismu dari jamur antagonis. Hal ini menyebabkan proses identifikasi patogen tanaman menjadi sangat penting untuk memastikan jenis patogen yang menyerang tanaman secara akurat. Untuk itu, perlu dilakukan praktik secara langsung untuk mengidentifikasi patogen tanaman.

B.     Pembuatan Hebarium Kering
Herbarium merupakan istilah yang pertama kali digunakan oleh Turnefor (1700) untuk tumbuhan obat yang dikeringkan sebagai koleksi. Untuk koleksi objek perlu diperhatikan kelengkapan organ tubuhnya, pengawetan dan penyimpanannya. Koleksi objek harus memperhatikan pula kelestarian objek tersebut. Perlu ada pembatasan pengambilan objek. Salah satunya dengan cara pembuatan awetan. Pengawetan dapat dilakukan terhadap objek tumbuhan maupun hewan. Pengawetan dapat dengan cara basah ataupun kering. Cara dan bahan pengawet nya bervariasi, tergantung sifat objeknya. Untuk organ tumbuhan yang berdaging seperti buah, biasanya dilakukan dengan awetan basah. Sedang untuk daun, batang dan akarnya, umumnya dengan awetan kering berupa herbarium (Suyitno, 2004).
Herbarium dibuat dari spesimen yang telah dewasa, tidak terserang hama, penyakit atau kerusakan fisik lain. Tumbuhan berhabitus pohon dan semak disertakan ujung batang, daun, bunga dan buah, sedang tumbuhan berbentuk herba disertakan seluruh habitus. Herbarium kering digunakan untuk spesimen yang mudah dikeringkan, misalnya daun, batang, bunga dan akar, sedangkan herbarium basah digunakan untuk spesimen yang berair dan lembek, misalnya buah (Setyawan dkk, 2004).
Persiapan koleksi yang baik di lapangan merupakan aspek penting dalam praktek pembuatan herbarium. Spesimen herbarium yang baik harus   memberikan informasi terbaik mengenai tumbuhan tersebut kepada para peneliti. Dengan kata lain, suatu koleksi tumbuhan harus mempunyai seluruh bagian   tumbuhan dan harus ada keterangan yang memberikan seluruh informasi yang tidak   nampak    spesimen   herbarium (Aththorick dan Siregar, 2006).
Herbarium merupakan suatu bukti autentik perjalanan dunia tumbuh-tumbuhan selain berfungsi sebagai acuan identifikasi untuk mengenal suatu jenis pohon. Istilah Herbarium adalah pengawetan specimen tumbuhan dengan berbagai cara.untuk kepentingan koleksi dan ilmu pengetahuan. Koleksi specimen herbarium biasanya disimpan pada suatu tempat yang diberi perlakuan khusus pula yang dikenal dengan laboratorium herbarium. Para ahli-ahli botani menyimpan koleksi herbarium mereka pada pusat-pusat herbarium di masing-masing Negara.

III.      ALAT DAN BAHAN
A.     Identifikasi Patogen
Alat dan bahan yang digunakan dalam mengidentifikasi patogen
1.      Alat
a.       Pisau cuter/pisau pembedah
b.      Petridis
c.       Pincet
d.      Jarum ose
e.       Mikroskop
f.        Objek glass dan cover glass
g.       Lampu
h.      Laminar airflow conditioner
2.      Bahan
a.       Tanam terserang penyakit
b.      PDA
c.       Aquades
d.      Alkohol
e.       Kain saring

B.     Pembuatan Hebarium Kering
Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan hebarium kering yaitu bahan dari percobaan adalah lidah mertua sebagai bagan percobaan, air digunakan untuk membersihkan daun tanam yang akan dihebaiumkan, lem digunakan untuk menempelkan gulma pada kertas, label digunakan untuk marfologi tumbuhan dan kertas jeruk digunakan sebagai tempat menempelkan hebarium.
Adapun alat dalam percobaan ini adalah gunting untuk memotong tanaman yang berukuran besar, buku identifikasi gulma sebagai buku penuntun mengidentifikasikan gulma, buku berukuran besar dan tebal sebagai tempat mengeringkan gulma yang diherbariumkan dan sebagai tempat pengepresan, koran sebagai alas peletakan gulma sebelum ditindih, kantung plastik sebagai tempat peletakan herbarium di dalam album atau buku, laptop atau komputer untuk membuat format laporan dan label, dan format herbarium sebagai keterangan seputar gulma yang dilakukan percobaan. 

IV.       CARA KERJA
A.     Identifikasi Patogen
1.      Biakan patogen yang sudah dipurifikasi,
2.      Diambil dengan jarum ose,
3.      Letakkan di preparan yang sudah ditetesi air
4.      Tutup dengan cover glass.
5.      Preparat yang telah berisi sampel patogen kemudian diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 x.
6.      Setelah kenampakan mikroskopisnya terlihat maka segera didokumentasikan hasilnya dan dibandingkan dengan literatur.
7.      Setelah membandingkan kemudian menggambar

B.     Pembuatan Hebarium Kering
1.      Dicari Bahan tanaman yang terserang penyakit yang akan dikeringkan lengkap dengan morfologinya
2.      Untuk gulma yang terlalu besar, dilakukan pengguntingan/pemotongan.
3.      Diletakkan diatas koran kering,
4.      Ditimpa dengan papan pres,
5.      Ditunggu beberapa hari agar tanaman kering dan dibuka apabila telah kering sempurna dan diletakkan ditempat kering,
6.      Ditempel tumbuhan tersebut di atas kertas HVS dengan menggunakan lem,
7.      Diberi label atau keterangan morfologi,
8.      Dibuat format herbarium dengan menggunakan laptop atau komputer kemudian diprint out dan diletakkan pada kantung plastik di album, agar herbarium tidak terinfeksi dari jamur.

V.          HASIL
A.     Identifikasi Patogen
1.      Jamur yang ditanam
2.      Jamut yang tumbuh
a.       Makropis
1)     Membentuk huruf L
2)     Warna putih kehitaman
b.      Mikropis
Fusariella
Spesies fusariella terdiri dari proporsi yang sangan kecil dari biota jamur. Tidak ada informasi yang tersedia mengenai efek kesehatan atau toksisitas. Alergenitas belum diteliti. Fusariella merupakan koniofor pigmen biasanya bercabang, phialides ramping pada bantalan konidia: konidia (phialospores) berwarna gelap memiliki 3 atau lebih sel, berbentuk silinder, melengkung, ditanggng dalam rantai tidak ada ujung-keujung setiap konidium.

B.     Pembuatan Hebarium Kering
Tanaman sampel yang telah dikeringkan dan dibungkus plastik:

VI.       PEMBAHASAN
A.     Identifikasi Patogen
Dari hasil pengamatan mikrospis dan dibandingkan dengan literatur ternyata hasilnya menunjukan kenampakkan yang tidak sama. Menurut semangun (2007) jamur membentuk fusariella dibawah epiderms tumbuhan inang. Fusariella membentuk konidium yang telah masak akan bebas dengan menembus epidermis. Konidium bersel 3 atau lebih.
Hasil yang tidak sesuai ini dikarenakan beberapa hal, diantarannya adalah karena masa inkubasi dari biakan Marsonina Coronaria yang terjadi lama, sehingga mengakibatkan jamur terkontaminasi dengan jamur lain. Warna koloni tersebut putin tetapi dibagian pinggir tanaman yang dikembangbiakan karena terserang penyakit ada terlihat kehitaman, sehingga dalam pengamatan dibawah microskop ditemukan berbagai jenis jamur tersebtu. Bentuk fusariella. SP yaitu beruas-ruas dan dibagian ujung terdapat cabang yang masing-msing ujung membentuk bulatan.

B.     Pembuatan Hebarium Kering
Herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan tumbuhan yang telah dimatikan dan diawetkan melalui metoda tertentu dan dilengkapi dengan data-data mengenai tumbuhan tersebut.
Kegunaan herbarium secara umum antara lain: 1. Sebagai pusat referensi 2. Sebagai lembaga dokumentasi 3. Sebagai pusat penyimpanan data.
Kelebihan dari Herbarium kering dibandingkan dengan herbarium basah adalah dapat bertahan lama hingga ratusan tahun, namun herbarium kering juga memiliki kelemahan yaitu spesimen mudah mengalami kerusakan akibat perawatan yang kurang memadai maupun karena frekuensi pemakaian yang cukup tinggi untuk identifikasi dan pengecekan data secara manual,  tidak bisa diakses secara bersama-sama oleh berberapa orang, biaya besar,tidak bisa diakses sewaktu-waktu dan tidak dapat diakses dari jarak jauh.
Dari hasil praktikum yang dilakukan dilaboratorium perlindungan tanamn sekolah tinggi penyuluhan pertanian (STPP) di Yogyakarta dibuat hebarium dengan cara: a. Memilih tanaman yang akan dibuat sampel, dalam kegiatan ini sampel yang dibuat yaitu kidah mertua yang terserang penyakit bercak daun, b. Setelah mendapatkan sampel kemudian dibersihkan dengan aquades agar tanaman besih dari jamur lain dan dibesihkan lagi dengan alkohol, c. Setelah semua selesai kemudian sampel ditaruh diatas kertas koean, kemudian dipres selama kurang lebih 2 minggu.

VII.    KESIMPULAN
A.     Identifikasi Patogen
Identifikasi adalah usaha pengenalan terhadap suatu hal dengan mengamati sifat-sifat khasnya. Berdasarkan hasil pengamatan patogen secara  mikroskopis menunjukkan bahwa kenampakan mikroskopis yang diperoleh tidak sama dengan gejala mikroskopis dari Marssonina coronaria yang disebutkan pada literatur. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa patogen yang diisolasi bukan Marssonina coronaria.

B.     Pembuatan Hebarium Kering
1.      Herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan tumbuhan yang telah dimatikan dan diawetkan melalui metoda tertentu dan dilengkapi dengan data-data mengenai tumbuhan tersebut.
2.      Herbarium memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai pusat referensi, sebagai lembaga dokumentasi, dan sebagai pusat penyimpanan data.
3.      Waktu yang diperlukan untuk melakukan pembuatan herbarium minimal selama 2 minggu, agar mendapatkan hasil yang baik.
4.      Faktor-faktor yang mempengaruhi koleksi herbarium adalah lama pembuatan herbarium, tempat penyimpanan dan faktor lingkungan seperti suhu

VIII.                    DAFTAR PUSTAKA
1.      Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian. 2014. Laboratorium Perlindungan  Tanaman. Yogyakarta.
2.      https://ahahermanto.wordpress.com/2012/06/03/laporan-praktikum-ilmu-penyakit-tumbuhan-identifikasi-patogen-tanaman/
3.      http://laporanherbarium.blogspot.com/2013/04/laporan-herbarium.html